top of page

Meyakinkan Manajemen dan Auditee, Terkait Perubahan Paradigma Internal Audit


Pendahuluan

Untuk memahami sesuatu apa yang harus kita kerjakan dan kenapa harus kita kerjakan, akan sangat membantu jika kita juga melihat persoalan tersebut dari sisi; apa yang tidak kita kerjakan dan kenapa kita tidak harus mengerjakannya.

Pada sebuah workshop mengenai peran internal audit telah dibahas sebuah tema diskusi yang menarik bagi para internal auditor yaitu; ”50 Praktik terburuk yang menghambat berkembangnya kepercayaan pengguna terhadap Peran Internal Audit”. Oleh seluruh peserta workshop ke-50 praktik terburuk tersebut dikupas secara komprehensif, santai dan dalam suasana yang segar. Pembahasan mengupas permasalahan mengapa praktik-praktik yang dijalankan oleh internal audit tersebut dikatakan buruk, dan mengapa praktik demikian harus dihindari atau bahkan dihilangkan sama sekali oleh internal audit.

Internal Audit - Menjalankan Sebuah Mandat yang Kaku dan Sulit Berkembang, Mitos atau Fakta ??

Pada saat terdapat keinginan yang kuat untuk meyakinkan dan menjelaskan arti penting peran internal audit, ternyata hasil yang diharapkan umumnya tidak bisa optimal, dan cenderung tidak dipercaya oleh para manajemen dan auditee. Hal ini terjadi karena banyaknya potensi kesalahan yang selama ini sudah dianggap sebagai praktik yang lazim dan wajar yang selalu dikerjakan dan diulang-ulang oleh internal auditor. Persoalan mendasar lainnya dari sisi internal audit sendiri- hampir sebagian besar internal audit menganggap bahwa tidak ada manfaatnya untuk meyakinkan dan menjelaskan perannya, karena apa yang dijalankan selama ini adalah sebuah mandat yang tidak dapat diganggu gugat lagi dan kita harus menerima dengan segala konsekuensinya.

Seperti kita ketahui bahwa perkembangan bisnis saat ini telah menuntut perubahan peran yang dijalankan oleh internal audit. Internal audit harus menjadi bagian unit bisnis yang kompetitif. Internal audit harus menjalankan peran sebagai pihak yang memberikan jaminan (assurance) dan dapat menjadi konsultan terhadap implementasi manajemen risiko, dan memiliki keahlian khusus dalam mendukung proses pengembangan organisasi. Internal auditor harus menjadi bagian/unit organisasi yang dapat memberi nilai tambah (value added) bagi organisasi, entitas/korporasi secara keseluruhan. Oleh karena itu peran dan fungsi internal audit dituntut untuk mampu meyakinkan peran, tugas pokok dan fungsi yang mereka berikan kepada pihak-pihak yang seharusnya memiliki kepentingan akan peran internal audit.

Sudah barang tentu ini bukan pekerjaan yang mudah dan ringan, kita harus berhadapan dengan pihak-pihak yang skeptis – termasuk dari unit internal audit sendiri – khususnya mereka yang menganggap bahwa peran internal audit sama sekali tidak akan mampu memberi nilai tambah, jadi untuk apalagi dijelaskan dan diyakinkan? Buang-buang waktu tenaga dan pikiran.

Ketika kita berbicara tentang perlunya menjelaskan peran internal audit, kita sedang membahas bagaimana mengedukasi para pihak yang berkepentingan tentang nilai tambah yang mampu kita berikan, memberikan contoh konkrit apa yang telah kita kerjakan dan bermanfaat bagi organisasi, entitas/ korporasi. Dengan demikian kita akan mampu mempersuasi, meyakinkan dan mendorong mereka bahwa kehadiran internal audit sangat membantu dalam mencapai tujuan pencapaian indikator kinerjanya.

Kenapa Harus Memahami Bisnis Proses??

Tema umum dalam dunia bisnis saat ini adalah “doing more with less” . Internal audit dapat melakukan hal tersebut dengan beberapa cara, misalnya membantu pengembangan pengendalian intern yang diperlukan, mengurangi atau mengeliminasi pengendalian ketika risiko-risiko yang terjadi sangat kecil atau sudah tidak ada lagi, dan mampu membantu meningkatkan efisiensi operasi. Hal inilah yang harusnya ditekankan kepada pihak auditee, dan hal inilah yang tidak mampu dijabarkan oleh kebanyakan unit internal audit. Oleh karena itu, untuk mampu menjelaskan dan meyakinkan peran internal audit, unit ini harus benar-benar memahami tugas pokok , fungsi dan bisnis proses auditee-nya dengan baik – apa yang dikerjakan oleh organisasi, risiko-risiko signifikan dan risiko potensial yang dihadapinya, rencana bisnis dan bagaimana cara mereka melaksanakannya. Unit internal audit juga harus memahami kebutuhan kebutuhan utama yang dikehendaki oleh para pihak yang berkepentingan dalam entitas/organisasi. Apakah mereka telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan? (compliance), sudah mengikuti SOP yang ditetapkan? Oleh karena itu internal audit harus mampu menjabarkan daftar potensi risiko secara rinci. Memahami rencana bisnis, tujuan dan sasaran. Internal audit harus mampu menjabarkan bagaimana menjawab kebutuhan tersebut. Misalnya, dengan cara memberikan informasi hasil pengujian, memvalidasi dan memberikan jaminan (assurance) atas hasil pekerjaan, atau bekerjasama dalam pengembangan project, meng-advice dan konsultansi atas issue-issue pengendalian, membantu membangun pengendalian pada tempat-tempat yang mengandung risiko, kerjasama audit dan lainnya.

Membangun kerjasama dengan internal audit tanpa memahami pengetahuan dan kemampuan yang dapat dijalankannya akan berdampak pada kesalahan yang fatal, hasil kerjanya tidak akan sesuai dengan harapan, sehingga akan mempengaruhi kredibilitas unit internal audit sendiri.

Meyakinkan Manajemen sebagai Auditee

Kesalahan besar selama ini auditee dan manjemen tidak memahami bahwa internal audit mampu membantu menyelesaikan persoalan yang mereka butuhkan. Oleh karena itu untuk meyakinkan mereka maka peran yang dapat diambil, bisa dimulai dari suatu jenis pekerjaan yang manfaat atau nilai tambahnya mereka rasakan segera. Jika ini terjadi dapat dilaksanakan dengan baik oleh internal audit maka kredibilitas sudah terbentuk, selanjutnya internal audit dapat menawarkan penugasan yang lebih rumit dan hasilnya dapat dirasakan dalam jangka waktu yang relative lebih panjang. Dalam menjalankan penugasan, kita harus menjamin kualitas hasil kerja dan mencari peluang lainnya. Dengan demikian secara tidak langsung kita sudah memberitahukan prestasi kerja dan apa yang sudah selesai dikerjakan. Berikan contoh hasil kerja yang sangat konkrit. Tunjukkan manfaat yang secara riil dirasakan oleh entitas, pengendalian yang diperbaiki, risiko-risiko signifikan telah diberi cara untuk memitigasi, sehingga risiko residualnya berada dalam batas toleransi.

Kita tidak harus melihat besar kecilnya organisasi internal audit – ukuran tidak menjadi masalah. Budaya organisasi, hubungan dengan pemangku kepentingan utama, dan faktor-faktor lainya yang dihadapi oleh internal audit dan organisasi akan berjalan secara bersamaan seiring dengan pemahaman mereka terhadap pentingnya fungsi internal audit.

Tantangan yang harus dilupakan dan diatasi oleh unit internal audit selama ini dapat didiskripsikan dalam dua kata yaitu: diacuhkan pengguna (auditee). Sudah barang tentu, masih ada orang-orang di unit internal audit yang masih belum mempercayai bahwa kita harus menjelaskan dan meyakinkan. Mereka tidak percaya bahwa kredibilitas organisasi internal audit harus dikembalikan. Pihak eksternal (auditee) selama ini juga sudah memiliki pandangan yang negative, apa mungkin internal audit akan mampu memberikan kontribusi yang kemampuan (kapabilitasnya) konslutasni yang masih belum teruji?. Sudut pandang ini salah tapi tidak bisa diabaikan begitu saja. Oleh karena itu kenapa kita harus terus menjelaskan dan meyakinkan secara internal – agar seluruh orang yang ada di unit internal audit mau berubah – dan secara eksternal para pemilik kepentingan dalam entitas dapat memahami bahwa kita mampu membantu mereka mengatasi persoalan yang akan memberi nilai tambah.

Sumber:

Adopsi dan Adaptasi dari The Worst Practices for Marketing and Selling Internal Audit – MIS Training Institute (2013) – Joel Kramer.

Daftar – 50 Praktik Buruk yang Umum Dilakukan oleh Internal Audit –

(Sebagian diantaranya saling mendukung dan menjelaskan)

  1. Pegawai/staff yang ditempatkan atau bekerja pada unit internal audit tidak memahami dan mempercayai nilai-nilai apa yang dianut dan dicapai pada internal audit

  2. Para Pimpinan/manajemen eksekutif dan Komite Audit tidak memberikan penjelasan nilai-nilai yang harus dimiliki oleh internal audit

  3. Melakukan penugasan audit atas dasar kecurigaan, yang dilakukan secara berulang dari tahun ketahun dengan temuan yang sama. Audit tidak seiring sejalan dengan aktivitas bisnis yang terus berkembang.

  4. Laporan hasil audit menyoroti persoalan masa lalu yang sudah kurang/tidak relevan

  5. Laporan audit tidak menarik untuk dibaca, terlalu panjang, terlalu detail dan terlalu fokus pada kejadian transaksional, terlalu banyak informasi yang ingin disampaikan sehingga tidak fokus pada persoalan inti.

  6. Rincian data dan angka terlalu detail untuk mendukung sebuah temuan. Pada umumnya Pimpinan lebih menghendaki uraian yang langsung pada masalahnya dan tidak tertarik untuk memahami rincian teknis-detail.

  7. Pengungkapan temuan sering di-generalisasi dengan menggunakan contoh yang tidak representative dan tidak membumi kepada akar penyebab masalah, sehingga mengurangi kredibilitas internal audit

  8. Temuan seringkali “tidak membumi” – Tidak mengkaitkan temuan audit dengan permasalahan yang dihadapi oleh organisasi (entity wide) secara nyata.

  9. Pelaksanaan komunikasi yang kaku selama proses penugasan audit. Internal audit tidak mampu mengungkap apa yang hendak dicapai kepada pihak-pihak yang tidak terlalu peduli dengan penugasan internal audit.

  10. Kurang memahami bisnis proses dan sasaran yang hendak dicapai oleh auditee, sehingga hasil audit tidak mampu menangkap peluang yang ada dan dapat dijadikan sarana memperjelas nilai tambah yang dapat diberikan oleh internal audit.

  11. Audit yang bersifat pengulangan (duplikasi) terhadap apa yang sudah dikerjakan oleh eksternal auditor, maupun audit yang sudah dilaksanakan oleh regulator.

  12. Pengarahan yang bersifat satu arah dari internal audit pada saat entry meeting, sehingga internal audit tidak mampu menangkap persoalan inti yang dihadapi oleh auditee.

  13. Sosialisasi tujuan dan sasaran audit yang tidak tepat. Kegagalan menjelaskan dan menyepakati tujuan audit akan membawa dampak yang kurang baik, termasuk penggunaan judgment yang terlalu di-genaralisir oleh auditor, atau adanya perbedaan persepsi yang tidak diakomodasi secara memadai oleh auditor, sehingga menganggu reputasi internal audit meskipun audit telah dilaksanakan secara prosedural dan memenuhi standar audit.

  14. Profesionalisme setengah hati – penggunaan jam kerja yang tidak pasti, eksklusif, dsb-nya. Jelaskan kebutuhan penggunaan waktu yang diperlukan, tunjukkan respect kepada auditee.

  15. Tidak mematuhi pelaksanaan tindak lanjut. Setelah penugasan audit selesai dilaksanakan ada keengganan auditee untuk menindaklanjutinya karena rekomendasi yang dipaksakan dan/atu tidak dapat dioperasionalkan.

  16. Tidak mau menjelaskan kepada auditee alasan penggunaan metode, prosedur dan teknik audit yang digunakan, tidak pernah ada sosialisasi mengenai program anti-fraud dll.

  17. Kurang mempertimbangkan ketepatan jadwal/waktu audit. Internal audit juga harus mempertimbangkan skedul kerja, termasuk diperlukannya waktu untuk menyelesaikan laporan-laporan berkala (bulanan, triwulanan dan tahunan) dan juga mengakomodasi waktu cuti pegawai.

  18. Sulit diajak untuk bertukar pendapat dan bahkan kurang responsive terhadap persoalan yang dihadapi oleh auditee.

  19. Kurang memberi kesempatan kepada pegawai untuk mengikuti kegiatan yang dapat memberi nilai tambah kapabilitas yang dimilikinya. Internal auditor harus bertindak secara responsive dan siap untuk membantu pada saat dibutuhkan.

  20. Kurang memiliki ketrampilan teknis terkait dengan tugas yang diembannya. Internal audit harus selalu mengetahui persoalan/issue yang dihadapi entitas/unit organisasi, peraturan dan ketentuan terbaru yang dikeluarkan oleh otoritas.

  21. Jarang mendapat penugasan khusus dan dilibatkan dalam project pemecahan masalah teknis dan operasional.

  22. Jarang berbagi dengan sesama auditor lainnya terkait, teknik-teknik audit,metode pemanfaatan flow chart, capaian indikator kinerja (KPI) dll.

  23. Laporan hasil audit lebih banyak menyoroti hal-hal negative. Sehingga laporan tidak pernah ditunggu oleh auditee.

  24. Kurang menguasai substansi manajemen risiko.

  25. Kurang memahami visi dan misi organisasi secara up to date.

  26. Jarang diikut sertakan dalam pertemuan/rapat yang membahas strategi bisnis.

  27. Selalu menyalahkan pihak lain, meskipun kesalahan tersebut kurang/tidak signifikan untuk dipermasalahkan.

  28. Tidak pernah didorong untuk ikut serta dalam kegiatan pengembangan nilai-nilai dan budaya organisasi.

  29. Jarang disertakan/melakukan pertemuan dan rapat intern.

  30. Jarang meminta unit lain untuk sharing atau berbagi pengalaman dalam pelaksanaan tugasnya. Sharing dengan unit lain yang mempunyai metode dan keahlian teknis tertentu harusnya secara berkala diundang sebagai nara sumber.

  31. Program kerja (rencana) audit tahunan yang kaku dan tidak adaptif terhadap issue-issue terkini.

  32. Sasaran audit tidak ditetapkan berdasarkan pada nilai bobot risiko yang dihadapi. Semua sasaran audit diperiksa setiap tahun, meskipun tidak dijumpai temuan pada periode sebelumnya.

  33. Perputaran/mutasi pegawai yang rendah, sehingga tidak ada darah segar atau pemikiran baru.

  34. Perputaran/mutasi pegawai yang terlalu cepat. Pengalaman dan keahlian teknis belum di-sharing ke auditor yang lain atau belum diimplementasikan di lapangan.

  35. Tidak memiliki kemampuan dasar sebagai fasilitator, negosiator, dan kemampuan untuk mendengar dengan baik.

  36. Keberadaannya hanya bersifat mandatori dan pihak lain tidak terlalu memperdulikan.

  37. Tidak menerapkan best practices dalam penugasannya.

  38. Tidak melekat dan menjadi jiwa semua pegawai bahwa mereka bertugas sebagai sales person dan marketers. Staff internal audit harus memandang dirinya sebagai bagian yang menjaga kredibilitas organisasi.

  39. Seringkali berlindung dibalik independensi namun tidak mampu menghasilkan nilai tambah.

  40. Menggunakan indikator kinerja (KPI) yang tidak tepat.

  41. TIdak berani menjelaskan kepada Manajemen Senior dan Komite Audit mengenai risiko-risiko inheren, dan risiko residual yang utama.

  42. Lebih banyak menjadi penyaji data dan bukan sebagai sumber pengetahuan. Internal audit akan memberi nilai tambah berdasarkan simpulan dan analisis data yang diauditnya.

  43. Kurang menjelaskan bahwa unit-unit organisasi adalah entitas yang mendukung tujuan organisasi secara bersama-sama dan tidak berjalan sendiri-sendiri.

  44. Tidak pernah men-sirkulasikan hasil-hasil audit penting kepada unit-unit lain yang relevan, sehingga tidak mengulangi kesalahan yang sama.

  45. Jarang melakukan komunikasi non-audit dengan pihak auditee. Harusnya komunikasi non audit lintas organisasi dilakukan secara berkala dengan topik-topik yang disepakati bersama.

  46. Kurang mendapatkan sosialisasi mengenai pegendalian-pengendalian yang relevan dikaitkan dengan tingkat risk appetite pada tingkatan corporate wide

  47. Keterbatasan anggaran menjadi kendala untuk memperluas ruang gerak internal audit, khususnya terkait dengan inovasi-inovasi baru di bidang audit.

  48. Terlalu tertutup dan menutup diri.

  49. Tidak pernah memanfaatkan hasil audit terkini untuk berkomunikasi dengan auditee mengenai jasa/bantuan apa yang dapat diberikan oleh internal audit.

  50. Tidak memiliki rencana pengembangan organisasi jangka menengah dan panjang yang berkesinambungan dan sejalan dengan arah tujuan korporasi.


Featured Posts
Recent Posts
No tags yet.
Follow Us
  • Facebook Classic
  • Twitter Classic
  • Google Classic
bottom of page